Home > News

Satu dari 12 Wanita akan Mengalami Kanker Payudara di Negara IPM Tinggi

Tingkat kematian akibat kanker akan dipengaruhi oleh IPM dari sebuah negara.
Komunitas Warriors, Survivors Kanker Payudara Lovepink menggelar parade kampanye kanker payudara saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad, 15/10/2023. Gambar: Republika
Komunitas Warriors, Survivors Kanker Payudara Lovepink menggelar parade kampanye kanker payudara saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad, 15/10/2023. Gambar: Republika

DIAGNOSA -- Badan kanker Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), International Agency for Research on Cancer (IARC), merilis perkiraan terbaru mengenai beban global akibat kanker dalam beberapa tahun ke depan. Rilis yang diterbitkan Rabu, 1 Februari 2024 itu sebagai bagian dari praperingatan Hari Kanker Sedunia pada Ahad, 4 Februari ini.

IARC menyatakan, perkiraan global menunjukkan terjadi kesenjangan yang signifikan dalam beban kanker berdasarkan Human Development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal itu terutama berlaku untuk kanker payudara.

Di sejumlah negara dengan IPM yang sangat tinggi, 1 dari 12 wanita akan didiagnosis mengidap kanker payudara seumur hidupnya. Sementara, 1 dari 71 wanita tersebut akan meninggal karena kanker.

Sebaliknya, di negara-negara dengan IPM rendah, tingkat risiko kanker payudara lebih rendah, yaitu 1 dari 27 wanita yang akan terdiagnosis kanker payudara seumur hidupnya. Namun, tingkat kematiannya malah lebih tinggi, yaitu 1 dari 48 wanita akan meninggal karenanya.

“Perempuan di negara-negara dengan IPM rendah memiliki kemungkinan 50 persen lebih kecil untuk terdiagnosis kanker payudara dibandingkan perempuan di negara-negara dengan IPM tinggi, namun mereka memiliki risiko meninggal lebih tinggi karena penyakit ini karena keterlambatan diagnosis dan kurangnya akses terhadap pengobatan berkualitas,” kata Wakil Kepala Cabang Pengawasan Kanker di IARC, Dr Isabelle Soerjomataram.

Survei global WHO terhadap paket manfaat kesehatan (HBP), di Indonesia disebut BPJS Kesehatan, mengungkapkan kesenjangan global yang signifikan dalam layanan kanker. Layanan terkait kanker paru-paru memiliki kemungkinan 4–7 kali lebih besar dimasukkan dalam HBP di negara berpendapatan tinggi, dibandingkan di negara berpendapatan rendah.

Kemudian, rata-rata ada empat kali lipat kemungkinan layanan radiasi tercakup dalam HBP di negara berpendapatan tinggi, dibandingkan yang berpendapatan rendah. Kesenjangan terbesarnya adalah transplantasi sel induk, yaitu 12 kali lebih besar kemungkinannya dimasukkan dalam HBP di negara berpendapatan tinggi dibandingkan yang berpendapatan rendah.

“Survei global terbaru WHO menyoroti kesenjangan besar dan kurangnya perlindungan finansial terhadap kanker di seluruh dunia, dengan populasi, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, tidak mampu mengakses dasar-dasar perawatan kanker,” kata Direktur Departemen Kanker dan Penyakit Tidak Menular di WHO, Dr Bente Mikkelsen.

Mikkelsen mengatakan, WHO termasuk melalui inisiatif kankernya, bekerja secara intensif dengan lebih dari 75 negara untuk mengembangkan, mendanai, dan menerapkan kebijakan yang mempromosikan perawatan kanker untuk semua. "Untuk memperluas upaya ini, investasi besar sangat dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan global dalam dampak kanker,” kata dia.

Proyeksi Beban Kanker Melonjak pada 2050

Diperkirakan terdapat lebih dari 35 juta kasus kanker baru pada tahun 2050, meningkat sebesar 77 persen dari perkiraan 20 juta kasus pada tahun 2022. Beban kanker global yang meningkat pesat mencerminkan penuaan dan pertumbuhan populasi, serta perubahan paparan masyarakat terhadap faktor risiko, beberapa diantaranya yang berhubungan dengan pembangunan sosio-ekonomi.

× Image