Tata Kelola Sistem Informasi Kesehatan dalam UU No 17 Tahun 2023
DIAGNOSA -- Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan landasan hukum komprehensif yang mengatur berbagai aspek terkait penyelenggaraan Kesehatan di Indonesia. Salah satu fokus utama dalam undang-undang ini adalah tata kelola dan arsitektur Sistem Informasi Kesehatan. Laporan ini akan mengeksplorasi secara mendalam ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut yang berkaitan dengan topik ini, dengan memberikan analisis yang rinci dan komprehensif.
Dalam Pasal 346, undang-undang ini menegaskan bahwa penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maupun masyarakat, wajib melaksanakan tata kelola Sistem Informasi Kesehatan yang mendukung pelayanan di bidang Kesehatan. [Pasal 346 UU No. 17 Tahun 2023] Tata kelola ini mencakup serangkaian kegiatan untuk menjamin mutu dan keandalan sistem, yang dilaksanakan sesuai dengan arsitektur Sistem Informasi Kesehatan yang disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Untuk memastikan keandalan Sistem Informasi Kesehatan, undang-undang ini mengatur bahwa penyelenggara wajib memastikan ketersediaan, keamanan, pemeliharaan, dan integrasi system, Pasal 347. Hal ini dilakukan dengan menguji kelaikan sistem, menjaga kerahasiaan data, menentukan kebijakan hak akses data, memiliki sertifikasi keandalan sistem, dan melakukan audit secara berkala.
Selain itu, penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib menyediakan data dan informasi Kesehatan yang berkualitas, serta memungkinkan akses bagi masyarakat terhadap data yang bersifat publik dan/atau data Kesehatan pribadinya, Pasal 348. Dalam hal ini, undang-undang mengatur bahwa pemrosesan data dan informasi Kesehatan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang ini juga mengatur tentang arsitektur Sistem Informasi Kesehatan yang harus diikuti oleh penyelenggara. Dalam Pasal 346 ayat (3), disebutkan bahwa arsitektur Sistem Informasi Kesehatan harus disusun sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, Pasal 346 ayat (3). Arsitektur ini mencakup kerangka dasar yang mendeskripsikan proses bisnis, data dan informasi, infrastruktur, aplikasi, keamanan, dan layanan yang terintegrasi secara nasional.
Dalam Pasal 349, undang-undang ini mengatur bahwa penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib melaksanakan pemrosesan data dan informasi Kesehatan yang meliputi perencanaan, pengumpulan, penyimpanan, pemeriksaan, transfer, pemanfaatan, dan pemusnahan, Pasal 349. Pemrosesan ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk peraturan terkait pelindungan data pribadi.
Undang-undang ini juga mengatur tentang integrasi Sistem Informasi Kesehatan dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Dalam Pasal 345 ayat (3), disebutkan bahwa penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib mengintegrasikan Sistem Informasi Kesehatan dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional, Pasal 345 ayat (3) . Hal ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan data dan informasi Kesehatan yang terintegrasi secara nasional, serta mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan di bidang Kesehatan.
Undang-undang ini juga memberikan perhatian khusus terhadap pelindungan data dan informasi Kesehatan individu. Dalam Pasal 351, disebutkan bahwa penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan wajib menjamin pelindungan data dan informasi Kesehatan setiap individu. Pasal 351, Pemrosesan data dan informasi Kesehatan yang menggunakan data Kesehatan individu harus mendapatkan persetujuan dari pemilik data atau memenuhi ketentuan lain yang menjadi dasar pemrosesan data pribadi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan data pribadi.
Undang-undang ini juga mengatur hak-hak pemilik data, seperti mendapatkan informasi tentang tujuan pengumpulan data, mengakses dan melakukan perbaikan data, meminta penyelenggara Sistem Informasi Kesehatan mengirimkan datanya ke penyelenggara lainnya, meminta penyelenggara menghapus data yang tidak benar, dan mendapatkan hak subjek data pribadi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pasal 351 ayat (3).
Dalam penyelenggaraan tata kelola dan arsitektur Sistem Informasi Kesehatan, undang-undang ini memberikan peran dan tanggung jawab yang signifikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Kesehatan, bertanggung jawab untuk menetapkan pedoman arsitektur Sistem Informasi Kesehatan, standar dan kriteria terkait, serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan.
Pemerintah Pusat juga bertanggung jawab untuk mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Nasional yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan masyarakat, Pasal 345 ayat (3). Hal ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan data dan informasi Kesehatan yang akurat dan terpadu secara nasional.
Sementara itu, Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan Sistem Informasi Kesehatan di wilayah masing-masing, dengan tetap mengacu pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah juga berkewajiban untuk melaporkan realisasi belanja Kesehatan dan hasil capaian setiap tahun melalui sistem informasi pendanaan Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional, Pasal 402 ayat (4).
Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan landasan hukum yang kuat untuk tata kelola dan arsitektur Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif tentang penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan, arsitektur yang harus diikuti, serta peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam menjamin ketersediaan, keamanan, dan integrasi data dan informasi Kesehatan secara nasional.
Dengan adanya undang-undang ini, diharapkan dapat tercipta tata kelola Sistem Informasi Kesehatan yang baik, serta arsitektur yang seragam dan terintegrasi secara nasional. Hal ini akan mendukung pengambilan keputusan dan kebijakan di bidang Kesehatan yang lebih tepat dan efektif, serta meningkatkan kualitas Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat Indonesia.