Sritex PHK 10 Ribu Buruh, Presiden Konfederasi Sarbumusi: Tragedi Ketenagakerjaan

DIAGNOSA -- Sebanyak 10 ribu buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk ( Sritex ) menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pabrik tutup pada 1 Maret 2025.
Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) yang merupakan Badan Otonom Nahdlatul Ulama (NU) Irham Saifuddin menyatakan kejadian ini merupakan tragedi ketenagakerjaan.
Wamenaker Minta Kurator Soroti Aspek Sosial PHK Buruh Sritex Dia meminta pemerintah memperbaiki komunikasi publik dan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat, khususnya kelas buruh.
Apalagi sebelumnya Wamenaker Immanuel Ebenezer saat itu memberikan penjelasan ke publik bahwa buruh PT Sritex tidak akan di-PHK dan pemerintah berkomitmen melakukan langkah-langkah penyelamatan. "Konfederasi Sarbumusi sangat prihatin mengenai PHK massal ini.
Seharusnya per 3 Januari 2025 kan sudah ada putusan pailit. Bila tidak mampu ubah situasi seharusnya pemerintah saat itu tidak memberikan pernyataan yang sebenarnya hanya panacea (obat mujarab) sesaat. Bukan solusi yang sebenarnya," ujar Irham yang dikutip, Minggu 2/3/2025.
"Buruh Sritex sudah terlanjur berharap. Tapi, justru harus terbangun dari mimpi dan menghadapi kenyataan pahit kena PHK permanen. Mirisnya, ini terjadi ketika sebagian besar mereka memasuki bulan Ramadan dan sebulan lagi Idulfitri. Ini merupakan hari-hari berat bagi sebagian besar buruh. Kebutuhan meningkat 2 kali lipat, tapi malah dapat kenyataan di-PHK," sambungnya.
Meski demikian, dia menilai positif komitmen pemerintah memberikan hak-hak kehilangan pekerjaan, termasuk JKP BPJS Ketenagakerjaan. Namun, hal itu adalah prosedur normatif saja
"Memang harus dipenuhi. Diminta maupun tidak diminta. Itu hanya prosedur normatif saja. Yang lebih penting ke depan bagaimana pemerintah bisa segera memberikan solusi agar kawan-kawan buruh bisa segera kembali bekerja," kata Irham.
Dia juga mengingatkan agar pemerintah mewaspadai gelombang PHK di perusahaan-perusahaan lain, termasuk sektor padat karya seperti garmen dan tekstil.
"Fenomenanya sudah mulai terjadi 1 tahun belakangan ini. Pemerintah harus cerdik untuk menciptakan investasi-investasi di sektor padat karya. Harus menghidupkan kembali industrialisasi. Kalau tidak, kondisi makro ekonomi kita semakin sulit, apalagi ekonomi di tingkat rumah tangga. Hindari komunikasi dan janji-janji yang tidak perlu. Saatnya pemerintah berbenah. Ini menyangkut menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah baru Prabowo-Gibran," ujarnya.