Home > News

Anak Buruh Bangunan di Papua Diterima Kuliah di Kedokteran UGM

Beasiswa UKT bersubsidi 50 dari Universitas Gadjah Mada.
Stanggy Nirwana Putri (18) dan kedua orang tuanya. 
Stanggy Nirwana Putri (18) dan kedua orang tuanya.

DIAGNOSA -- Tangis haru datang dari keluarga gadis muda dari Papua bernama Stanggy Nirwana Putri (18) yang berhasil diterima di prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada (FK-KKMK UGM). Ia berhasil menerjang keterbatasan ekonomi keluarganya, Stanggy menjadi salah satu mahasiswa baru yang mendapat Beasiswa UKT bersubsidi 50% dari Universitas Gadjah Mada untuk bisa berkuliah di FK-KMK UGM.

Sejak SMP, Stanggy mengaku telah bercita-cita untuk bisa berkuliah di kampus UGM. Stanggy juga selalu menjadi anak yang berprestasi dengan selalu mendapatkan juara kelas selama tiga tahun. Hal inilah yang membuatnya percaya diri untuk bisa diterima berkuliah di UGM karena telah memiliki prestasi yang beragam.

“Selama SMA di SMAN 4 Jayapura, saya aktif mengikuti berbagai perlombaan, seperti tilawah Al-Qur’an, OSN Informatika, lomba jurnalistik FLS2N, lomba pidato, lomba teknologi, bahkan beberapa sudah pernah tembus hingga provinsi,” katanya ketika diwawancara di rumahnya, Rabu (30/7).

Ayahnya, Nuryanto, sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Memilih merantau ke Papua setelah diajak oleh adiknya. Di Kota Abepura, Nuryanti mulai bekerja sebagai buruh bangunan sejak tahun 2018, setelah berhenti dari pekerjaan lamanya sebagai anak buah kapal ikan di Denpasar, Bali. Sementara istrinya berjualan nasi kuning dan nasi pecel di pinggir jalan menggunakan gerobak.

“Awalnya saya sempat bilang ke Stanggy untuk ganti jurusan, tapi ternyata memang dia sukanya kedokteran. Ketika tahu Stanggy lulus di UGM, awalnya nggak nyangka sekali, dan saya sangat amat bersyukur,” ungkapnya dengan haru.

Ketika pengumuman SNBP, keluarganya berkumpul di rumah kos. Stanggy bercerita bahwa ia akan menunggu Ibunya pulang dari kerja sebelum membuka pengumuman. Sang Ibu juga mengungkapkan bahwa selama menuju hari pengumuman, ia selalu mendoakan dan berpuasa.

“Ketika Ibu sampai rumah, kita shalat berjamaah lalu membuka pengumumannya bersama. Ketika dibuka dan lulus, Ibu langsung menangis dan peluk saya,” kata Stanggy.

Meski begitu, kekhawatiran datang mengingat keadaan ekonomi keluarga Nuryanto yang terbatas. Gaji sebagai buruh bangunan tergantung tawaran mandor proyek sehingga penghasilannya tak menentu. Nuryanto mengaku sempat memikirkan bagaimana biaya kuliah sang anak nantinya. Tak ingin membebani kedua orang tuanya, Stanggy kemudian mencari-cari informasi untuk keringanan biaya UKT dan juga beasiswa. Syukurnya, ia berhasil mendapatkan subsidi UKT 50% dari UGM serta mendapatkan Beasiswa ADik.

Terinspirasi Dokter Sudanto

Motivasi Stanggy untuk menjadi dokter tumbuh ini ternyata juga tumbuh dari pengalaman pribadi dan pengamatan lingkungan. Ia sering menyaksikan langsung keterbatasan akses layanan kesehatan di sekitar tempat tinggalnya.

Ia juga mengenal sosok inspiratif seperti salah satu dokter senior alumni UGM dokter Sudanto di Abepura yang dikenal sebagai ‘Dokter 2000’ sering membantu warga tidak mampu di kawasan tempat tinggal mereka. Dalam prakteknya, ia hanya mengenakan tarif murah. Tidak jarang, pasiennya datang dari luar Abepura bahkan dari kota lain. “Mudah-mudahan anakku bisa membantu orang-orang seperti dokter Sudanto itu. Kalau jadi dokter harus begitu, bantu yang orang-orang yang tidak mampu,” harap sang Ibu.

Bagi Stanggy, diterima di FK-KMK UGM merupakan buah dari kerja keras dan ketekunannya selama bersekolah. Keinginannya untuk menjadi dokter telah tertanam sejak kecil, dan itulah yang terus menguatkannya untuk bertahan dan mengejar cita-cita, meski berasal dari daerah 3T dan bersaing dengan ribuan siswa dari seluruh Indonesia.

“Ayah juga berpesan kalau nanti sudah jadi dokter, harus berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Saya juga berharap nantinya supaya bisa membantu banyak orang,” ujarnya.

× Image