Home > News

Anggota Komisi IX DPR RI Ingatkan Dampak Buruk Fenomena Fatherless di Indonesia

20,9 anak Indonesia tumbuh tanpa peran ayah.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Achmad Ru’yat saat memberikan sambutan pada kegiatan Sosialisasi Program Bangga Kencana di Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 25/8/2025.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Achmad Ru’yat saat memberikan sambutan pada kegiatan Sosialisasi Program Bangga Kencana di Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 25/8/2025.

DIAGNOSA -- Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Achmad Ru’yat, menyuarakan keprihatinannya terhadap meningkatnya fenomena fatherless di Indonesia.

Kondisi ini, menurutnya, bukan sekadar isu sosial, melainkan sudah berdampak langsung pada tumbuh kembang anak, termasuk tingginya angka stunting di tanah air.

Hal itu disampaikan Ru’yat saat memberikan sambutan pada kegiatan Sosialisasi Program Bangga Kencana di Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 25/8/2025.

“Fenomena fatherless bukan hanya soal ketidakhadiran fisik ayah, tetapi juga menyangkut minimnya keterlibatan dalam pengasuhan anak. Hal ini jelas berpengaruh pada kesehatan mental, tumbuh kembang, bahkan gizi anak,” ujar Ru’yat.

Laporan UNICEF tahun 2021 mencatat bahwa 20,9% anak Indonesia tumbuh tanpa peran ayah. Artinya 1 dari 5 anak di Indonesia tumbuh tanpa peran ayah.

Penyebabnya beragam, mulai dari perceraian, kematian, migrasi kerja, hingga budaya yang menempatkan ayah semata sebagai pencari nafkah.

Sayangnya, peran emosional dan psikologis seorang ayah sering kali diabaikan. Banyak anak tumbuh dengan figur ayah yang hanya hadir secara fisik, tetapi absen dalam pengasuhan dan komunikasi emosional.

Menurut Wakil Rakyat dari Dapil Kabupaten Bogor itu, kondisi fatherless memiliki efek domino yang berbahaya.

Anak lebih rentan mengalami gangguan mental dan emosi. Tidak hanya itu, anak juga kesulitan membangun identitas diri dan kontrol perilaku bahkan menimbulkan masalah sosial.

Fatherless juga berpengaruh terhadap tingkat stunting, karena kurangnya perhatian dan peran aktif ayah dalam memastikan gizi dan pola asuh anak.

“Anak yang tidak mendapatkan peran utuh dari ayahnya bisa kehilangan arah, mudah terpengaruh hal negatif, bahkan mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Inilah yang membuat masalah stunting semakin kompleks,” tegas Ru’yat.

Untuk menekan fenomena fatherless sekaligus mengurangi stunting, Ru’yat mendorong adanya langkah strategis dari pemerintah, DPR, dan masyarakat.

Ia menyodorkan sejumlah solusi antara lain, penguatan edukasi keluarga yang menekankan pentingnya peran ayah dalam pengasuhan, bukan hanya ibu.

Ru’yat juga mendorong kebijakan cuti ayah harus diperluas agar para ayah bisa hadir pada masa-masa awal kelahiran anak.

“Program nasional percepatan penurunan stunting harus mengintegrasikan peran ayah, terutama dalam pemenuhan gizi, pola asuh, dan perhatian emosional anak,” tegasnya.

Ia pun mendorong Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN menghasilkan kebijakan konkret untuk memperkuat kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan.

× Image