Wamen PPPA Dorong Perempuan Berdaya Secara Ekonomi
DIAGNOSA -- Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan untuk dapat memutus mata rantai kekerasan, dan mendorong kemajuan pembangunan bangsa. Wamen PPPA mengatakan, dalam mendukung pemberdayaan perempuan dibutuhkan peran serta seluruh sektor pembangunan dan harus dilaksanakan secara terintegrasi dari hulu ke hilir.
“Ketika kami menggali permasalahan perempuan, kami menemukan banyak perempuan yang tidak berani bicara, tidak melaporkan kekerasan yang dialaminya, dan tidak berani berbuat apapun. Hal itu karena perempuan tidak memiliki kemampuan, ” kata Wamen PPPA dalam acara Musyawarah Nasional ke Lima (Munas V) Perempuan Bangsa di Jakarta, minggu lalu, 30/11/2024.
Wamen PPPA menjelaskan ujung tombak permasalahannya adalah karena perempuan tidak memiliki kemampuan secara ekonomi dan penghasilan, sehingga mereka bergantung kepada suami atau orang lain di sekitarnya. Ketika suaminya terkena masalah dan berpengaruh ke penghasilannya, maka perempuan akan terkena dampaknya, baik secara ekonomi dan rentan mendapatkan kekerasan.
Oleh karenanya, kata Wamen PPPA tugas kita semua adalah bagaimana membuat perempuan berdaya secara ekonomi, termasuk memiliki perspektif gender. Ketika berdaya, perempuan bisa mandiri dan berani speak up,
Wamen PPPA mengungkapkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kerap terjadi berulang karena perempuan masih bergantung kepada suami. Oleh karenanya, pelatihan usaha perlu diberikan dari hulu ke hilir. Mulai dari pelatihan, pendampingan, pengemasan produk, hingga pemasaran. Selain itu, kolaborasi perlu dilakukan dengan berbagai pihak mulai dari pemerintahan, legislatif, organisasi masyarakat, hingga sektor swasta. Kerjasama dilaksanakan guna mendukung perempuan bisa masuk ke dunia profesional dan mendapatkan sertifikasi.
“Kemen PPPA mencanangkan Ruang Bersama Merah Putih (RBMP) yang diawali melalui pilot project di 6 (enam) titik. Disana akan menjadi ruang bagi perempuan mendapat pelatihan dan dilihat hasilnya akan seperti apa. Tidak hanya untuk UMKM, namun diharapkan pelatihan profesi juga bisa diberikan agar perempuan atau anak remaja bisa bekerja secara profesional. Konsepnya nanti seperti community center karena banyak daerah padat penduduk yang tidak punya wadah untuk berekspresi,” kata Wamen PPPA.
Wamen PPPA berharap RBMP dapat menjadi ruang yang positif bagi perempuan dan anak Indonesia dalam mengakses pemberdayaan ekonomi, mendorong ketenagakerjaan, mengakses kesehatan ibu, memantau tumbuh kembang anak dan menjadi menjaga kelestarian budaya.
Lebih lanjut, RBMP nantinya diharapkan dapat menjadi wadah anak muda atau mahasiswa yang ingin melaksanakan pengabdian masyarakat dalam memberikan advokasi maupun konsultasi terkait permasalahan yang dihadapi warga, khususnya berkaitan dengan kekerasan yang dialami perempuan dan anak.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati menyampaikan bahwa ruang aman bagi perempuan dan anak itu dimulai dari budaya. Hal tersebut dapat dimulai dari pendidikan yang diberikan kepada perempuan, anak dan bahkan laki-laki untuk saling menghormati.
“Kalau bicara tentang pemberdayaan perempuan kita bicara ekonomi. Adanya di perdagangan, ketenagakerjaan untuk buruh, koperasi, dan tempat-tempat yang berkaitan dengan ekonomi. Oleh karenanya, Kemen PPPA tidak bisa bekerja sendirian. Karena kembali lagi, untuk bisa memberdayakan perempuan secara ekonomi harus didukung oleh berbagai sektor kementerian/lembaga dan seluruh elemen yang membidangi hal tersebut,” kata Rahayu.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), Ida Fauziyah turut menyampaikan tentang pemberdayaan perempuan tidak hanya ada di sektor ekonomi, namun juga ada di sektor tenaga kerja dan politik.
“Kesenjangan antara laki-laki dan perempuan masih sangat terlihat. Partisipasi ekonomi bisa dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerja kita yang masih berada di angka 53 persen, sementara laki-laki sudah lebih dari 80 persen. Selain itu kesenjangan juga ada di bidang pendidikan, serta politik. Partisipasi politik perempuan sampai sekarang belum mencapai 30 persen. Meski tahun 2024 ini ada mengalami kenaikan, namun masih cukup jauh gap-nya untuk mencapai 30 persen. Oleh karenanya, sesi diskusi seperti ini perlu dilakukan bersama untuk dapat mendukung pemberdayaan perempuan di seluruh Indonesia,” kata Ida.