Gubernur NTB Perlu Mengevaluasi Kinerja Direktur RSUD NTB Pasca Penggusuran Paksa Rumah Singgah

DIAGNOSA-- Pasca penggusuran paksa yang dilakukan oleh pihak manajemen rumah sakit beberapa waktu dan desakan publik yang sangat kuat sehingga Gubernur NTB yang baru saja dilantik memberikan tanggapannya dihadapan publik.
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr.H.Lalu Muhamad Iqbal, S.IP., M.Si (Miq Iqbal), Wakil Gubernur NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE., M.I.P mengadakan rapat terbatas mengenai rumah singgah RSUP melalui daring. Rapat terbatas tersebut turut hadir juga Asisten 2 Setda NTB, Asisten 3 Setda NTB, Direktur RSUP, Kepala Dinas Kesehatan NTB dan Kepala Dinas Kominfotik NTB.
"Mohon agar rumah singgah tersebut diberikan ijin/ kesempatan kembali kepada keluarga pasien untuk tinggal di rumah singgah tersebut, sampai kita menemukan tempat yang pasti (solusi permanen) . Selanjutnya, untuk siapapun yang mengalami luka baik itu security dan atau masyarakat mohon untuk di berikan bantuan pengobatan sampai sembuh serta memperbaiki komunikasi publik dan membuat rilis secara resmi untuk disampaikan kepada masyarakat," terang Miq Iqbal dalam rapat daring tersebut, Sabtu, (22/2/25) kemarin.
Sementara itu, mengenai pernyataan Gubernur tersebut, Akademisi Universitas Pendidikan Mandalika, Arif Sofyandi menyampaikan bahwa pernyataan ini setidaknya dapat menenangkan situasi dan kondisi saat ini namun tidak menyelesaikan masalah dasar yang sangat krusial adalah status hukum rumah singgah NTB Gemilang yang pernah digusur dahulu.
"Status hukum rumah singgah yang digusur sebelumnya harus jelas dan clear agar terselesaikan persolaan ini," bebernya.
Selain itu, kata dia, setelah problematika itu selesai, tentu masyarakat yang tidak mampu yang datang berobat dari berbagai daerah, di luar Kota Mataram seperti Kota Bima, Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa, Sumbawa Barat dan lainnya dapat terbantu dan tidak khawatir lagi seperti penggusuran paksa yang dilakukan beberapa waktu lalu.
"Dampak dari penggusuran paksa kemarin, pasien dan keluarga di rumah singgah sementara tersebut secara psikis sudah sangat trauma dan merasa tertekan dengan keadaannya," terang Arif.
Ia mengatakan, pasien kemarin itu, karena trauma dengan penggusuran paksa tersebut ada yang ke rumah keluarganya yang notabene agak jauh dari rumah sakit, sementara mereka harus tetap terus berobat, ada yang masih bertahan di rumah singgah sementara tersebut dan ada yang keluar dari rumah singgah dan terlantar.
"Ini juga yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi NTB, Pak Gubernur, Lalu Muhammad Iqbal atau memerintahkan pejabat di bawahnya agar melakukan pendamping khusus terhadap pasien di rumah singgah sementara dan menemukan pasien yang terlantar untuk kembali ke rumah singgah sementara. Harus diberikan pendampingan, agar pasien yang sakit mendapatkan ketenangan. Kalau tidak, nanti akan memperparah keadaannya," ungkapnya.
Arif menegaskan, penggusuran paksa seperti kemarin sangat tidak manusiawi, orang yang sakit, sedang beristirahat, dipaksa untuk digusur seperti itu, tentu tidak dapat dibenarkan dan melanggar nilai-nilai pancasila sebagai dasar negara, undang-undang dan hak asasi manusia.
"Pak Gubernur perlu mengevaluasi cara kerja, mekanisme dan kebijakan-kebijakan internal yang dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB dan seluruh lingkungan manajemen agar tidak lagi terjadi penggusuran paksa terhadap pasien yang sakit seperti kemarin dan tentu, memungkinkan untuk menelusuri dugaan praktek-praktek gelap yang mungkin saja terjadi di lingkungan internal Rumah Sakit." tutupnya.