Home > Opini

Jaminan Sosial Menuju Indonesia Emas 2045

Ditulis Oleh: Sumarlin, S.Kep.,Ners.,MM
Petugas melayani masyarakat di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan. Gambar: Republika
Petugas melayani masyarakat di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan. Gambar: Republika

DIAGNOSA -- Pada awal Februari 2025 ini, pemerintah akan meluncurkan dan mengakselerasi program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG), salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (Quick Win) Presiden Prabowo Subianto yang akan dilakukan serentak di 10 ribu puskesmas dan 20 ribu klinik di seluruh Indonesia. Tidak hanya menyasar peserta BPJS Kesehatan, Program PKG ini secara bertahap akan menjangkau 60 juta orang pada tahun 2025.

Dengan target di atas, pemerintah akan melayani sekitar 200 juta warga Indonesia dalam lima tahun kedepan, sebagai bagian dari upaya transformasi layanan Kesehatan. Untuk menjalankan regulator tersebut, BPJS Kesehatan tentu memiliki tantangan tersendiri dan pengawasan terkait pelaporan dan klaim fiktif.

Sementara, pada tahun 2024 perkiraan keuangan BPJS Kesehatan mengalami deficit hingga Rp 20 triliun disebabkan utilisasi pelayanan kesehatan yang meningkat, dari 252 ribu per hari menjadi 1,7 juta utilisasi per hari saat ini. Peningkatan ini dipicu oleh bertambahnya jumlah pasien yang dating kefasilitas kesehatan menggunakan BPJS Kesehatan.

Guna menguarai masalah di atas, pemerintah mempertimbangkan terobosan baru dalam menyiasati kemungkinan gagal bayar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Di antaranya, mendukung kenaikan iuran tahun 2025, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan serta dilakukan pengawasan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Masalah lainnya, data BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2024 menunjukan rasio jumlah pekerja aktif dengan yang terdaftar di Indonesia tidak seimbang. Data pekerja di Indonesia mencapai 144,6 juta orang. Namun yang terdaftar sebagai peserta aktif Jamsosnaker baru 45,23 juta orang atau 31,26 %.

Tentu, rasio kepesertaan ini menunjukan perlunya upaya lebih intensif untuk mencapai target cakupan semesta pada tahun 2030. Sementara, Pekerja Migran Indonesia (PMI) jumlahnya 3,27 juta, yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan hanya 472.934 orang. Ini juga belum seimbang, dan penyelesaiannya harus melibatkan kementerian terkait.

Sebagai upaya mendukung program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akomodatif terhadap kepentingan rakyat, perlu disusun target kerja yang maksimum oleh Pemerintah Presiden Prabowo Subianto agar tidak menimbulkan kontroversi dan multitafsi. Di antaranya terdapat beberapa kebijakan utama yang dapat diterapkan, sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan BPJS Pro-rakyat

Kebijakan ini dapat mengitegrasikan masyarakat yang tidak terdaftar sebagai pekerja dan buruh didaftarkan sebagai penanggungan pemerintah daerah dengan memperhatikan kualifiikasi ekonomi dan pendapatan perkapital. Karena beban kerja penanggungan BPJS tidak hanya dibebankan kepada APBN, namun bisa dibebankan kepada APBD dengan memperhatikan asal otonomi daerah.

Bahwa pemerintah daerah bertanggung jawab atas keberlangsungan keselamatan rakyat yang di pimpinnya. Dengan mengintegrasikan data BPJS, akan memperkuat program gotong royong Presiden Prabowo dalam melakukan revitalisasi kebijakan yang berpihak terhadap rakyat kecil.

2. Perumusan kebijakan BPJS Pro-Tenaga Kesehatan

Sebagai upaya meningkatkan pelayanan medis yang akuntabelitas dan pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan, pemerintah telah mengambil langkah menghapus sistem kelas dalam penggunaan BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan system KelasStandar Rawat Inap (KRIS). Meskipun belum sepenuhnya diterima oleh semua pihak, namun kebijakan tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan kualitas layanan medis. Penerapan standarisasi layanan medis kesehatan merupakan suatu upaya pemerintah meningkatkan kualitas perawatan secara keseluruhan dan secara signifikan memungkinkan masyarakat memperoleh manfaat lebih dari penyediaan layanan kesehatan berkualitas tinggi.

Dengan demikian, langkah ini sejalan dengan upaya pemerintahan Presiden Prabowo menciptakan akses kesehatan yang lebih merata bagi seluruh lapisan masyarakat. Meskipun masih perlu dilakukan evaluasi dan penyesuaian, diharapkan system KRIS dapat memberikan manfaat jangka panjang dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Karena itu, ini merupakan langka penting dalam upaya menggerakkan system layanan kesehatan nasional ke arah yang lebih baik dan inklusif bagi seluruh masyarakat Indonesia.

3. Perumusan kebijakan Pro-Fasilitas Kesehatan

Salah satu wujud pelayanan kesehataan yang bermutu dan berkelanjutan memerlukan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan, akses pelayanan kesehatan yang memadai dan berkualitas, dan Indeks Pembangunan Manusia. Distribusi fasilitas pelayanan kesehatan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh seluruh anggota masyarakat, misalkan penyediaan obat-obatan eksekutif BPJS kesehatan. Sehingga setiap orang akan memperoleh kesempatan yang sama dalam pelayanan kesehatan (prinsipekuitas).

Di sisi lain, terdapat dampak negative terhadap pelayanan BPJS kesehatan, seperti panjangnya antrian, proses pemeriksaan yang belum optimal, fasilitas yang belum memadai serta beberapa dimensi lainnya. Dimensi yang diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan pasien agar menciptakan kepuasan dalam mengakses layanan faskes di antaranya; Emphaty, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Tangible. Dari kelima dimensi tersebut, dimensi Tangible berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien.

4. Perumusan kebijakan Pro-pengadaan farmasi

Pada era BPJS Kesehatan, banyak industry farmasi kalah bersaing dengan kompetitornya karena tidak terintegrasinya masalah pengadaan logistik. Selama ini, penyusunan distribusi obat tidak terintegrasi dengan baik karena dikelola oleh masing-masing pihak ketiga dari swasta sehingga banyak oknum makelar obat-obatan yang memanfaatkan situasi tersebut.

Di era Presiden Prabowo sekarang, kebijakan pengadaan farmasi harus di bawah pengendalian pemerintah seutuhnya agar bisa merumuskan suatu kebijakan pendistribusian obat-obatan yang tepat sasaran. Kebijakan ini searah dengan visi Presiden Prabowo dalam astacitanya, yaitu kebijakan pro pengadaan farmasi harus terukur dan efesiensi sampai ke tingkat bawah yang dapat memberikan jaminan kesehatan yang layak bagi masyarakat.

5. Kolabrasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Mencapai Target Kepesertaan

Pertama, melibatkan pemerintah dearah. Pemda memiliki peran strategis dalam mendukung program capaian target kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan, terutama melalui penyediaan regulasi, pengalokasian anggaran, serta mendorong keterlibatan sector industry dalam perlindungan social bagi pekerja. Selain itu, dengan melibatkan Pemda program jaminan social ketenagakerjaan juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang berfokus pada pengurangan kesenjangan sosial di masyarakat.

Kedua, menyusun regulasi bersama terkait syarat pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) bersama dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Hal itu sesuai dengan asta cita, yaitu memperkuat perlindungan tenaga kerja Indonesia, terutama di luar negeri serta meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.

Ketiga, medorong percepatan pembahasan terkait regulasi atau aturan-aturan yang menjadi penopang bagi upaya peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya. Hal itu sejalan dengan upaya yang akan dilakukan pemerintah dalam mendorong perusahaan untuk menempatkan angkatan kerja berusia 18-24 tahun sebagai karyawan tetap melalui subsidi premi asuransi untuk pekerja selama 12 bulan.

Dalam mendukung jaminan sosial menuju Indonesia emas 2045 yang juga sejalan dengan Pemerintah Presiden Prabowo, harus dilakukan pendekatan preventif dalam menerapkaan system jaminan sosial. Pendekatan ini merupakan suatu ketentuan yang dapat mewjudkan system jaminan yang terukur dan tepat sasaran dengan memperhatikan beberapa poin d ibawa ini;

1 Memperkuat pengawasan terkait memperbaiki tata kelola BPJS Kesehatan untuk mencegah deficit dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan memprioritaskan upaya promotif dan preventif di fasilitas kesehatan.

2 Melakukan kolaborasi lintas institusi kementerian dalam meningkatkan cakupan kepesertaan jaminan social ketenagakerjaan.

3 Memperkuat system Jaminan Kesehatan Nasional dan memperjuangkan seluruh penduduk memiliki jaminan kesehatan (universal health coverage).

4 Melakukan transformasi digital, inovasi, dan loyalitas dengan melibatkan semua komponen masyarakat dan perguruan tinggi.

5 Meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan kesehatan.

6 Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana.

7 Meningkatkan kualitas pelayanan publik.

× Image