Kemen PPPA Kawal Dugaan Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Mengaji di Sulawesi Selatan

DIAGNOSA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengawal laporan dugaan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh seorang guru mengaji di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah seorang komika, Eky Priyagung, mengunggah pengalamannya di media sosial dan mendorong korban lain untuk berani melaporkan kasus yang dialaminya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, mengecam keras tindakan kekerasan seksual terhadap anak dan menegaskan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan maksimal bagi korban.
“Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan serius yang meninggalkan luka mendalam bagi korban, keluarga, dan masyarakat. Negara tidak akan tinggal diam. Kami mengapresiasi keberanian para korban yang mulai bersuara dan akan memastikan mereka mendapatkan pendampingan hukum serta psikologis yang sesuai dengan kebutuhan," ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menjelaskan, pihaknya telah melakukan sejumlah langkah cepat sejak informasi kasus ini beredar, seperti penggalian informasi dan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sulawesi Selatan dan UPTD PPA Makassar.
“Hingga saat ini, satu korban telah melapor secara resmi ke Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar, tetapi diduga masih banyak korban lainnya yang belum teridentifikasi, mengingat kejadian ini diduga telah berlangsung sejak 2024. Pada 29 April 2025 malam, terduga pelaku telah diamankan oleh pihak kepolisian,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan, kasus ini menunjukkan indikasi kuat pelanggaran terhadap perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terutama terkait kejahatan seksual terhadap anak. Tindakan pelaku dapat dikenakan pasal-pasal terkait kekerasan seksual, eksploitasi anak, serta penggunaan relasi kuasa dalam melakukan tindak pidana.
“Kemen PPPA mendorong agar proses hukum dilakukan secara adil, transparan, dan berpihak pada korban, serta mendukung aparat penegak hukum agar menggunakan pendekatan yang sensitif terhadap korban anak dalam setiap tahap pemeriksaan,” ujar Menteri PPPA.
Menurut Menteri PPPA, dari sisi psikologis, kekerasan seksual terhadap anak memiliki dampak jangka panjang seperti trauma, kecemasan, depresi, hingga ketakutan berinteraksi sosial sehingga dibutuhkan penanganan yang sesuai. Oleh karena itu, Kemen PPPA akan memastikan pendampingan psikologis dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya untuk korban, tetapi juga bagi keluarga agar proses pemulihan berjalan optimal.
”Pendampingan psikologi sangat diperlukan untuk pemulihan kondisi mental anak korban dan memberikan penanganan sesuai kebutuhan anak. Melihat jangka waktu kekerasan yang sudah lama, perlu dilakukan tracing kepada para korban yang belum terdata dan membutuhkan pendampingan,” kata Menteri PPPA.
Menteri PPPA pun mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak. Selain itu, masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129.
“Kemen PPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Selatan dan UPTD PPA Kota Makassar untuk memastikan intervensi lanjutan, pendampingan hukum, dan pendampingan psikologis kepada korban,” tutup Menteri PPPA.