Home > News

Indonesia Menyumbang Kasus Malaria Terbanyak Kedua di Asia

Indonesia mencatat estimasi 811.636 kasus positif pada 2021.
Petugas menyemprot insektisida di lokasi venue guna mencegah penyebaran COVID-19, malaria, dan demam berdarah. Gambar: Republika
Petugas menyemprot insektisida di lokasi venue guna mencegah penyebaran COVID-19, malaria, dan demam berdarah. Gambar: Republika

DIAGNOSA -- Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi perhatian dunia. Di Indonesia, malaria masih menjadi masalah kesehatan yang banyak ditemukan di daerah-daerah terpencil dan sulit terjangkau.

Malaria adalah penyakit infeksi disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi.

Plh. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kementerian Kesehatan dr. Hellen Dewi Prameswari menjelaskan, Indonesia menyumbangkan kasus malaria terbanyak kedua di Asia, setelah India. Indonesia mencatat estimasi 811.636 kasus positif pada 2021.

“Indonesia merupakan salah satu dari sembilan negara endemik malaria di wilayah Asia Tenggara yang menyumbang sekitar 2% dari beban negara malaria secara global,” kata dr. Hellen pada temu media untuk peringatan Hari Malaria Sedunia, yang dilaksanakan secara daring pada Senin, 27/5/2024, kemarin.

Menurut dr. Hellen, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, pada 2023 sebanyak 389 kabupaten/kota telah melakukan eliminasi malaria sesuai target. Pada 2030 mendatang, seluruh wilayah Indonesia ditargetkan telah bebas kasus malaria.

Tren pemeriksaan kasus malaria mengalami kenaikan pada 2023 dengan 3.464.862 pemeriksaan dibandingkan 3.358.447 pemeriksaan pada 2022. Di sisi lain, angka positif malaria sebenarnya mengalami penurunan pada 2023 dengan 418.546 kasus dibandingkan pada 2022 dengan 443.530.

Meski mengalami peningkatan pemeriksaan dan penurunan kasus positif, target nasional Positivity Rate (PR) malaria 5% masih belum tercapai. Capaian nasional pada 2023 masih sebesar 12,08%.

“Perlu peningkatan penemuan kasus baik aktif dan pasif di daerah endemis maupun di daerah bebas malaria yang berisiko serta peningkatan pencatatan dan pelaporan pada sismal V3,” kata dr. Hellen.

Kemenkes melalui P2PM menyampaikan, malaria dapat dicegah dan dikendalikan dengan upaya pengendalian vektor serta penatalaksanaan kasus malaria yang tepat. Terdapat tiga upaya pengendalian vektor malaria.

Pertama, membersihkan lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk dengan cara menggerakkan masyarakat untuk membersihkan lingkungan, melancarkan saluran air agar tidak tergenang, mengeringkan air yang tergenang, serta membersihkan lumut pada mata air dan danau.

Kedua, mengurangi populasi nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, nila merah, gupi, mujair dll.) di lagun, kali, kolam dan air tergenang lainnya, menebarkan larvasida/racun jentik serta menanam tanaman pengusir nyamuk seperti kecombrang, sereh, zodia, lavender dan marigold.

Ketiga, menghindari gigitan nyamuk malaria dengan tidur menggunakan kelambu anti nyamuk, memakai obat anti nyamuk, memasang kawat kasa pada lobang angin/ventilasi rumah, menjauhkan kandang ternak dari rumah, memakai obat anti nyamuk oles (repelen), serta apabila keluar rumah pada malam hari, memakai pakaian yang dapat menutup badan seperti celana panjang, baju tangan panjang, sarung dan lain-lain.

Sementara itu, tata laksana kasus malaria dapat melalui pemeriksaan laboratorium dengan cara pemeriksaan sediaan darah untuk penegakan diagnosis dan pengobatan sesuai standar program nasional.

Kemenkes juga membuat empat inovasi dalam upaya percepatan eliminasi malaria. Pertama, Mass Drug Administration (MDA), yakni pengobatan malaria secara massal di daerah endemis tinggi malaria terpilih. Kedua, Intermittent Preventive Treatment (IPT) in pregnancy, yakni pencegahan malaria dengan obat malaria pada ibu hamil pada daerah endemis tinggi malaria terpilih. Ketiga, pengembangan vaksin malaria. Terakhir, intervensi pengobatan pencegahan dan repelen (repellent) pada pekerja hutan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara dr. Jansje Grace Makisurat, yang turut hadir sebagai narasumber pada temu media tersebut menyampaikan, Kegiatan Targeted Drug Administration (TDA) di Penajam Paser Utara (PPU) pada 2023 berhasil menurunkan kasus malaria. Pada 2020, terdapat 1.364 kasus dan turun menjadi 232 kasus hingga April 2024.

“Kasusnya memang menurun walaupun pertambahan jumlah penduduk di wilayah IKN itu bertambah secara signifikan,” kata Kadinkes PPU dr. Jansje Grace.

Menurut dr. Jansje, Dinkes PPU pada 2024 akan mengupayakan capaian target Slide Positif Rate (SPR) di bawah 5%, sedangkan saat ini masih berada pada SPR 19%. Target itu akan dicapai melalui berbagai upaya seperti kegiatan skrining di semua segmen pekerjaan di IKN, pekerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), pekerja di PT. Itci Hutani Manunggal (IHM) yang berada di wilayah IKN dan wilayah penyangga.

Kegiatan yang dilakukan di PPU dalam menurunkan kasus malaria adalah pelatihan kader malaria dan pemberian Obat Anti Malaria (OAM). OAM diberikan pada kelompok target (TDA) dengan tujuan membasmi sumber malaria di lingkungan masyarakat. OAM juga diberikan kepada kelompok kerja hutan/MMP IPTF (Intermittent Preventive Treatment in Forest Goers) dengan tujuan memberikan perlindungan pekerja hutan yang akan menginap di hutan. TDA dan IPTF yang dilakukan di PPU diharapkan dapat memutus mata rantai penularan malaria.

× Image