Kanker Memicu Hilangnya Ingatan secara Tiba-tiba, Ternyata Ini Alasannya
Para peneliti berhipotesis bahwa, jika protein dibuat oleh tumor di luar sistem saraf, tubuh mungkin menafsirkannya sebagai protein yang berada di tempat yang salah, sehingga memicu respons imun. Mereka menguji ide tersebut dengan menyuntik perut tikus dengan protein PNMA2.
Hewan pengerat tersebut tidak hanya meningkatkan respons imun dan membuat antibodi, tetapi juga menunjukkan masalah kognitif serupa dengan pasien kanker yang memiliki antibodi yang sama. Protein lain membentuk struktur protein mirip virus, jadi mengapa PNMA2 menyebabkan reaksi yang begitu parah?
"Protein mirip virus lainnya di dalam tubuh sering kali dikeluarkan dari sel di dalam membran tertutup yang memungkinkan mereka menghindari sistem kekebalan," kata Shepherd kepada Live Science.
Namun pada PNMA2, para peneliti menemukan sesuatu yang aneh pada protein tersebut ketika mereka keluar dari sel tanpa membran. “Saya pikir hal ini membuat protein mirip virus ini menjadi lebih imunogenik,” kata Shepherd.
Ketika diproduksi di otak, PNMA2 bisa menghindari pemicuan respons imun. Namun jika dibuat di tempat lain, tidak ada yang bisa menghentikan sistem kekebalan untuk mencoba menyerang.
“Makalah ini menyajikan premis yang menarik bahwa respons imun yang dipicu oleh kanker mungkin disebabkan oleh ekspresi partikel mirip virus yang dikodekan oleh PNMA2, yang memicu respons virus pada inang, khususnya di jaringan saraf,” kata Travis Thomson, asisten profesor neurobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Massachusetts. Dia tidak terlibat dalam pekerjaan tersebut.
Menurut Thomson, studi itu juga menimbulkan pertanyaan menarik, apakah protein mirip virus yang dibuat di otak memicu respons imun? Apa yang membuat partikel mirip virus ini terkendali di jaringan sehat? “Tidak diragukan lagi pertanyaan-pertanyaan tersebut dan banyak pertanyaan lainnya akan disajikan dari penelitian itu dan penelitian pelengkap lainnya,” kata dia.
Di masa depan, Shepherd dan timnya berencana menjawab beberapa pertanyaan tersebut. Mereka ingin mempelajari aspek respons autoimun mana yang paling bertanggung jawab atas kerusakan neuron yang terlihat pada pasien. Mengetahui hal itu bisa menunjukkan perawatan di masa depan. Sumber: Live Science